Mungkin judulnya sedikit ambigu tapi memang begitu artinya kalau diterjemahkan. Minggu ini di Bali akan ada hari raya yang dinamakan Galungan dan Kuningan. Hari raya ini dirayakan setiap enam bulan sekali. Saya disini tidak akan menjelaskan lebih dalam apa itu hari raya Galungan dan Kuningan karena bukan itu yang saya tekankan dalam tulisan ini.
Perayaan hari raya Galungan dan Kuningan selalu dibarengi dengan rangkaian kegiatan yang lain. Hampir sama saat kita melaksankan suatu proker pasti ada rundown-nya. Nah itu tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan hari raya ini. Sebelum hari-H dipersiapkanlah sarana prasarana upacara seperti pembersihan lingkungan rumah, membuat canang, penjor, pemasangan atribut upacara, menyembelih hewan dan hidangan kecil untuk keluarga jauh yang berkunjung.
Semua kegiatan tersebut tidak terasa sulit jika dalam satu rumah memiliki anggota keluarga yang banyak. Tapi bagaimana jika yang dirumah cuma dua orang suami istri lanjut usia yang ditinggal dua anak perempuannya menikah dan satu anak laki-lakinya yang merantau jauh hanya untuk belajar? Pasti sangat sulit. Itulah yang menjadi keluhan bapak saya saat ini. Terlihat dari percakapan WA (Whatsapp) keluarga, beliau bilang “Galungan dan Kuningan sing ade nulungin metanding. Aeng sukehne ngelah mantu. Yen sube ngelah mantu aluhan bin abedik” yang kalau saya terjemahkan kurang lebih artinya seperti ini “Hari raya Galungan dan Kuningan tidak ada yang membantu. Susah sekali punya menantu. Kalau sudah punya menantu pasti sedikit lebih mudah”. Dari perkataannya tersebut saya sudah tahu untuk siapa hal itu diperuntukan. Bukan kakak-kakak saya tetapi untuk saya sendiri.
Memang akhir-akhir ini bapak sangat intens menanyakan saya sudah punya pasangan atau belum. Saya dengan tegas bilang belum (Haha dasar jomblo). Hal tersebut bukan berarti saya tidak laku. Tetapi memang karena saya sibuk, sibuk dengan kemalasan saya sendiri hehe. Beliau juga sering menanyakan siapa perempuan yang sedang dekat dengan saya diperkuliahan. Saya bilang ada beberapa tetapi mereka hanyalah teman. Tidak menyerah sampai disana, beliau sampai merayu tetangga di dekat rumah yang mempunyai anak perempuan yang sebaya agar mau berkenalan dan dekat dengan saya. Hal tersebut tentu saja membuat saya malu. Tetapi kalau dipikir lagi, kelakuan bapak memang wajar dan tidak bisa disalahkan. Beliau sangat takut kalau saya sampai salah pilih pasangan. Karena banyak kondisi dimana menantu akan manis diawal dan pahit diakhir. Tidak sedikit kejadian menantu dan mertua bertengkar dan pada akhirnya suami disuruh memilih mau berpihak ke orang tua atau ke istri. Bapak tidak mau hal tersebut terjadi nantinya pada saya. Jadi beliau harus mengetahui watak pasangan yang saya pilih.
Awalanya saya tidak terlalu memikirkan. Tetapi lama-kelamaan buat pusing juga. Saat ini pasangan akan saya cari pelan-pelan. Memang butuh perjuangan, tetapi kalau sudah takdir apapun yang menghalangi pasti bisa dipertemukan. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu saya menjalani hari saya saat ini dengan penuh semangat dan rasa syukur. Bapak doakan saja. Tuntun perlahan agar anakmu dapat pasangan yang bisa saling memupuk kebaikan dan menimbun keburukannya masing-masing. Sabar ya pak, anakmu masih ingin berpetualang dan mengejar mimpi-mimpinya :)
0 comments:
Post a Comment